Kamis, 22 Juni 2017

LAPORAN KUNJUNGAN MUSEUM FATAHILAH KOTA TUA JAKARTA







Nama Anggota Kelompok  :

1. Ammar Muhammad Zakkiniya
2. Hascaryo Fajar Ananto
3. Nawawi Basri Muslih
4. Willy Rizqian
5. Yohanes Dovan








UNIVERSITAS GUNADARMA










Museum Fatahillah memiliki nama resmi Museum Sejarah Jakarta adalah sebuah museum yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat dengan luas lebih dari 1.300 meter persegi.
Bangunan ini dahulu merupakan balai kota Batavia (bahasa Belanda: Stadhuis van Batavia) yang dibangun pada tahun 1707-1712 atas perintah Gubernur-Jendral Joan van Hoorn. Bangunan ini menyerupai Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebaSgai penjara. Pada tanggal 30 Maret 1974, bangunan ini kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah.
Objek-objek yang dapat ditemui di museum ini antara lain perjalanan sejarah Jakarta, replika peninggalan masa Tarumanegara dan Pajajaran, hasil penggalian arkeologi di Jakarta, mebel antik mulai dari abad ke-17 sampai 19, yang merupakan perpaduan dari gaya Eropa, Republik Rakyat Tiongkok, dan Indonesia. Juga ada keramikgerabah, dan batu prasasti. Koleksi-koleksi ini terdapat di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang Batavia.
Terdapat juga berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawinumismatik, dan becak. Bahkan kini juga diletakkan patung Dewa Hermes (menurut mitologi Yunani, merupakan dewa keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang) yang tadinya terletak di perempatan Harmoni dan meriam Si Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan magis. Selain itu, di Museum Fatahillah juga terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulu sempat digunakan pada zaman penjajahan Belanda.





Pada hari Jumat, 12 April 2017. Kami kelompok  yang beranggotakan Yohanes Dovan, Willy, Ammar, Hascaryo, dan Nawawi, melakukan kunjungan ke Museum Fatahilah yang berada di Kota Tua Jakarta. Harga Tiket yang kami beli untuk masuk ke museum adalah tiket yang dikhusus kan untuk mahasiswa seharga Rp.3000,-/orang. Pada saat memasuki Museum Fatahilah, sudah terdapat tanda panah di lantai gedung sebagai penunjuk arah, hal ini dimaksudkan agar pengunjung museum dapat menikmati semua ruangan musem tanpa terlewat dan juga sebagai penertib agar pengunjung yang masuk tidak berlawanan arah dengan pengunjung yang keluar.
Pada saat memasuki ruangan pertama, terihat sebuah lukisan besar yang menampilkan peperangan hebat antara tentara VOC dan orang – orang pribumi, selain itu disebelah lukisan terdapat banyak pajangan senjata – senjata perang seperti pedang,kapak,dan tombak yang digunakan pada saat itu.




Di ruangan berlantaikan batu berwarna abu abu kehitaman ini terdapat sebuah lukisan yang berukuran besar. Lebar lukisan kurang lebih 10 meter dengan tinggi 3 meter. Lukisan ini di buat oleh Sudjono. Terdapat tiga lukisan yang menceritakan penyerbuan Mataram ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629.  Bagian kiri  lukisan menceritakan mengenai Sultan Agung Hanyokrokusumo sedang mempersiapkan rapat untuk menyerang Batavia. Bagian tengah menceritakan mengenai peperangan antara pasukan Mataram dan Belanda pada sebuah lapangan besar, latar belakang dari pertempuran adalah gedung Stadhuis. Bagian kanan dari lukisan adalah kisah bupati Tegal dan J.P Coen  yang sedang berdialog.




Selain senjata, kami juga melihat banyak lukisan petinggi petinggi VOC pada saat itu, diantarnya seperti Jan Pieterszoon Coen (kiri). Lelaki kelahiran  Hoorn, Belanda, 8 Januari 1587 adalah seorang Gubernur Jendral  ke empat dari VOC. Dia adalah orang yang memberikan nama Batavia pada Jakarta tempo dulu. Dia meninggal dan di kuburkan  di Batavia pada umur 42 tahun.


              


Dari ruangan berlantai batu, kami pindah ke ruangan berlantai kayu. Terdapat empat kamar yang letak nya berdampingan dan dihubungkan dengan pintu-pintu yang berukuran besar. Masing-masing ruangan memiliki ragam koleksi yang menarik walau pun sudah banyak koleksi lama yang sudah tidak ada lagi saat kami berkunjung kesana. Kami mulai dari ruangan pertama, di ruangan ini terdapat manekin dari pangeran yang bernama Pangeran Wijayakrama Jayakarta. Seorang adipati yang memerintah Jayakarta sebelum kota ini di hancurkan oleh J.P Coen.  Beliau juga di kenal dengan nama pangeran Ketengahan, julukan ini di dapat setelah dia berhasil mendamaikan perang saudara yang terjadi di Kerajaan Banten, selain manekin terdapat juga baju dari tentara Portugis yang berasal dari abad ke 16.


                  
Setelah itu kami pergi keruangan selanjutnya dan melihat sebuah meriam besar yang sangat artistik dan mimbar yang dibuat pada jaman itu.
     




Pada ruangan ke 3 kami melihat sebuah replika besar berisi pertarungan antara tentara belanda yang datang menyerbu dan orang orang pribumi dengan tombak bambu yang menghadang melindungi pemukiman mereka. Replika ini sangat menarik perhatian pengunjung disana, bahkan terdapat seorang fotografer yang memfoto pengunjung yang melihat replika tersebut.



Setelah puas melihat dilantai 1, selanjutnya kami naik kelantai 2, disana berisi ruangan -  ruangan besar berisi meja – meja besar, lukisan,pantung, serta marbel seperti lemari besar, ruangan tersebut digunakana sebagai tempat sidang Dewan Tertinggi Hinida Belanda.
\






Pada gambar sebelah kiri, terdapat sebuah  lukisan karya dari J.J de Nijs yang dibuat di atas media kayu jati menceritakan mengenai tiga keputusan pengadilan yang sangat adil. Lukisan bagian kiri menceritakan putusan raja Persia Cambyses yang menguliti hakim pengadilan karena tidak jujur. Lukisan bagian tengah menceritakan keputusan adil raja Salomon saat kedua orang ibu memperebutkan hak asuh kepada seorang anak. Dan lukisan bagian kanan menceritakan Raja Zaleukos dari Yunani yang siap mengorbankan mata nya untuk menyelamatkan anak nya. Detail-detail dari lukisan sangat indah.
Dan pada gambar sebelah kanan, terdapat sebuah lemari buku besar. Lemari ini selesai dibuat pada tahun 1748, alasan pembuatan lemari buku karena Dewan Hakim membutuhkan tempat untuk meletakkan arsip dan dokumen. Detail pada lemari buku  sangat indah. Kayu dari lemari di sepuh emas. Pada bagian atas kiri atas lemari terdapat patung Dewi Keadilan, dan bagian kanan atas lemari terdapat patung dewi Kebenaran. Di antara kedua patung  terdapat detail empat belas lambang keluarga Dewan Pengadilan.
Setelah mengelilingi semua ruangan lantai 2, kami turun kembali ke lantai 1, lalu berjalan menuju halaman belakang museum, sebelum keluar kami melewati ruangan yang berisi sebuah papan berukuran besar yang terbuat dari kayu jati. Papan ini bertuliskan peringatan pembangunan dari Stadhuis/ Balai Kota ke 3 oleh Gubernur-Jenderal Abraham van Riebeeck pada tanggal 10 Juli 1710.


Sesampainya di halaman belakang kami langsung melihat sebuah patung besar bergaya Yunani ditengah-tengah halaman tersebut, pantung tersebut adalah Patung Dewa Hermes. Hermes adalah dewa perdagangan dan pelindung pejalan kaki pada mitologi Yunani. Dahulu, patung ini di letakkan pada jembatan di depan halte Trans Jakarta Harmoni, namun pada tahun 1999 patung ini di rusak sehingga harus dipindahkan ke Museum.


Selain itu pada halaman belakang terdapat jalan bercabang menuju ke penjara bawah tanah.
  





Setelah selesai melihat – lihat bagian penjara, maka selesai lah kunjungan kami ke Museum Fatahilah tersebut, kami mengikuti arah jalan menuju gerbang keluar pada halaman belakang.
Kesimpulan :


Setelah  mengunjungi Museum Fatahilah, kami mendapat banyak pengalaman dan pengetahuan mengenai sejarah – sejarah perjuangan bangsa kita melawan penjajah dari belanda. Walaupun sudah banyak koleksi tersebut yang sudah tidak ada, tetapi karena itu lah kita wajib menjaga sisa koleksi yang ada, agar dapat dilihat oleh generasi – generasi penerus kita.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda