LAPORAN KUNJUNGAN MUSEUM FATAHILAH KOTA TUA JAKARTA
Nama Anggota
Kelompok :
1. Ammar Muhammad Zakkiniya
2. Hascaryo Fajar Ananto
3. Nawawi Basri Muslih
4. Willy Rizqian
5. Yohanes Dovan
UNIVERSITAS GUNADARMA
Museum Fatahillah memiliki nama resmi Museum
Sejarah Jakarta adalah sebuah museum yang
terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat dengan
luas lebih dari 1.300 meter persegi.
Bangunan ini dahulu merupakan balai kota
Batavia (bahasa Belanda: Stadhuis van Batavia) yang
dibangun pada tahun 1707-1712 atas perintah Gubernur-Jendral Joan van
Hoorn. Bangunan ini menyerupai Istana Dam di Amsterdam,
terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta
bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan
ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebaSgai penjara. Pada tanggal 30 Maret 1974, bangunan ini
kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah.
Objek-objek yang dapat ditemui di museum ini
antara lain perjalanan sejarah Jakarta, replika peninggalan masa Tarumanegara dan Pajajaran,
hasil penggalian arkeologi di Jakarta, mebel antik mulai
dari abad ke-17 sampai 19, yang merupakan perpaduan dari gaya Eropa, Republik Rakyat Tiongkok, dan Indonesia.
Juga ada keramik, gerabah,
dan batu prasasti.
Koleksi-koleksi ini terdapat di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah
Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan
Agung, dan Ruang Batavia.
Terdapat juga berbagai koleksi tentang
kebudayaan Betawi, numismatik,
dan becak.
Bahkan kini juga diletakkan patung Dewa Hermes (menurut
mitologi Yunani,
merupakan dewa keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang) yang tadinya
terletak di perempatan Harmoni dan meriam Si
Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan magis. Selain itu, di
Museum Fatahillah juga terdapat bekas penjara bawah
tanah yang dulu sempat digunakan pada zaman penjajahan Belanda.
Pada hari Jumat, 12
April 2017. Kami kelompok yang beranggotakan Yohanes Dovan, Willy, Ammar,
Hascaryo, dan Nawawi, melakukan kunjungan ke Museum Fatahilah yang berada di
Kota Tua Jakarta. Harga Tiket yang kami beli untuk masuk ke museum adalah tiket
yang dikhusus kan untuk mahasiswa seharga Rp.3000,-/orang. Pada saat memasuki
Museum Fatahilah, sudah terdapat tanda panah di lantai gedung sebagai penunjuk
arah, hal ini dimaksudkan agar pengunjung museum dapat menikmati semua ruangan
musem tanpa terlewat dan juga sebagai penertib agar pengunjung yang masuk tidak
berlawanan arah dengan pengunjung yang keluar.
Pada saat memasuki
ruangan pertama, terihat sebuah lukisan besar yang menampilkan peperangan hebat
antara tentara VOC dan orang – orang pribumi, selain itu disebelah lukisan
terdapat banyak pajangan senjata – senjata perang seperti pedang,kapak,dan
tombak yang digunakan pada saat itu.
Di
ruangan berlantaikan batu berwarna abu abu kehitaman ini terdapat sebuah
lukisan yang berukuran besar. Lebar lukisan kurang lebih 10 meter dengan tinggi
3 meter. Lukisan ini di buat oleh Sudjono. Terdapat tiga lukisan yang
menceritakan penyerbuan Mataram ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629.
Bagian kiri lukisan menceritakan mengenai Sultan Agung Hanyokrokusumo
sedang mempersiapkan rapat untuk menyerang Batavia. Bagian tengah menceritakan
mengenai peperangan antara pasukan Mataram dan Belanda pada sebuah lapangan
besar, latar belakang dari pertempuran adalah gedung Stadhuis. Bagian kanan dari lukisan adalah kisah bupati
Tegal dan J.P Coen yang sedang berdialog.
Selain senjata, kami
juga melihat banyak lukisan petinggi petinggi VOC pada saat itu, diantarnya
seperti Jan Pieterszoon Coen (kiri).
Lelaki kelahiran Hoorn, Belanda, 8 Januari 1587 adalah seorang Gubernur
Jendral ke empat dari VOC. Dia adalah orang yang memberikan nama Batavia
pada Jakarta tempo dulu. Dia meninggal dan di kuburkan di Batavia pada
umur 42 tahun.
Dari ruangan berlantai batu, kami pindah ke ruangan berlantai
kayu. Terdapat empat kamar yang letak nya berdampingan dan dihubungkan dengan
pintu-pintu yang berukuran besar. Masing-masing ruangan memiliki ragam koleksi
yang menarik walau pun sudah banyak koleksi lama yang sudah tidak ada lagi saat
kami berkunjung kesana. Kami mulai dari ruangan pertama, di ruangan ini
terdapat manekin dari pangeran yang bernama Pangeran Wijayakrama Jayakarta.
Seorang adipati yang memerintah Jayakarta sebelum kota ini di hancurkan oleh
J.P Coen. Beliau juga di kenal dengan nama pangeran Ketengahan, julukan
ini di dapat setelah dia berhasil mendamaikan perang saudara yang terjadi di
Kerajaan Banten, selain manekin terdapat juga baju dari tentara Portugis yang
berasal dari abad ke 16.
Setelah itu kami pergi
keruangan selanjutnya dan melihat sebuah meriam besar yang sangat artistik dan
mimbar yang dibuat pada jaman itu.
Pada ruangan ke 3 kami
melihat sebuah replika besar berisi pertarungan antara tentara belanda yang
datang menyerbu dan orang orang pribumi dengan tombak bambu yang menghadang
melindungi pemukiman mereka. Replika ini sangat menarik perhatian pengunjung
disana, bahkan terdapat seorang fotografer yang memfoto pengunjung yang melihat
replika tersebut.
Setelah puas melihat
dilantai 1, selanjutnya kami naik kelantai 2, disana berisi ruangan -
ruangan besar berisi meja – meja besar, lukisan,pantung, serta marbel seperti
lemari besar, ruangan tersebut digunakana sebagai tempat sidang Dewan Tertinggi
Hinida Belanda.
\
Pada gambar sebelah
kiri, terdapat sebuah lukisan
karya dari J.J de Nijs yang dibuat di atas media kayu jati menceritakan
mengenai tiga keputusan pengadilan yang sangat adil. Lukisan bagian kiri
menceritakan putusan raja Persia Cambyses yang menguliti hakim pengadilan
karena tidak jujur. Lukisan bagian tengah menceritakan keputusan adil raja
Salomon saat kedua orang ibu memperebutkan hak asuh kepada seorang anak. Dan
lukisan bagian kanan menceritakan Raja Zaleukos dari Yunani yang siap
mengorbankan mata nya untuk menyelamatkan anak nya. Detail-detail dari lukisan
sangat indah.
Dan
pada gambar sebelah kanan, terdapat sebuah lemari buku besar. Lemari ini
selesai dibuat pada tahun 1748, alasan pembuatan lemari buku karena Dewan Hakim
membutuhkan tempat untuk meletakkan arsip dan dokumen. Detail pada lemari buku
sangat indah. Kayu dari lemari di sepuh emas. Pada bagian atas kiri atas
lemari terdapat patung Dewi Keadilan, dan bagian kanan atas lemari terdapat
patung dewi Kebenaran. Di antara kedua patung terdapat detail empat belas
lambang keluarga Dewan Pengadilan.
Setelah
mengelilingi semua ruangan lantai 2, kami turun kembali ke lantai 1, lalu
berjalan menuju halaman
belakang museum, sebelum keluar kami melewati ruangan yang berisi sebuah papan
berukuran besar yang terbuat dari kayu jati. Papan ini bertuliskan peringatan
pembangunan dari Stadhuis/ Balai Kota ke 3 oleh
Gubernur-Jenderal Abraham
van Riebeeck pada
tanggal 10 Juli 1710.
Sesampainya di halaman
belakang kami langsung melihat sebuah patung besar bergaya Yunani
ditengah-tengah halaman tersebut, pantung tersebut adalah Patung Dewa Hermes. Hermes adalah dewa perdagangan dan
pelindung pejalan kaki pada mitologi Yunani. Dahulu, patung ini di letakkan
pada jembatan di depan halte Trans Jakarta Harmoni, namun pada tahun 1999
patung ini di rusak sehingga harus dipindahkan ke Museum.
Selain itu pada
halaman belakang terdapat jalan bercabang menuju ke penjara bawah tanah.
Setelah selesai
melihat – lihat bagian penjara, maka selesai lah kunjungan kami ke Museum
Fatahilah tersebut, kami mengikuti arah jalan menuju gerbang keluar pada
halaman belakang.
Kesimpulan :
Setelah
mengunjungi Museum Fatahilah, kami mendapat banyak pengalaman dan
pengetahuan mengenai sejarah – sejarah perjuangan bangsa kita melawan penjajah
dari belanda. Walaupun sudah banyak koleksi tersebut yang sudah tidak ada,
tetapi karena itu lah kita wajib menjaga sisa koleksi yang ada, agar dapat
dilihat oleh generasi – generasi penerus kita.


















0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda