SUMBER DAYA ALAM
A. Landasan
Landasan dasar kebijakan pengolahan sumber daya alam terdapat dalam TAP MPR RI No. IX/MPR-RI/2001 dan GBHN 1999-2004.
Dalam TAP MPR RI No. IX/MPR-RI/2001 berisi tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber daya Alam, ada titik harapan dari proses reformasi di bidang agraria dan pengelolaan sumber daya alam, yang sebelumnya tidak pernah mendapatkan perhatian dari para pengambil kebijakan.
TAP MPR tersebut dijelaskan beberapa peta permasalahan yang membuat keputusan politik ini lahir yaitu :
1. Sumber daya agraria dan sumber daya alam harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal bagi generasi sekarang dan generasi mendatang dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
2. Adanya persoalan kemiskinan, ketimpangan dan ketidakadilan sosial ekonomi rakyat serta kerusakan sumber daya alam.
3. Pengelolaan sumber daya agaria dan sumber daya alam selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya serta menimbulkan berbagai konflik.
4. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya agraria dan sumber daya alam saling tumpang tindih dan bertentangan.
5. Pengelolaan sumber daya agraria dan sumber daya alam yang adil, berkelanjutan, dan ramah lingkungan harus dilakukan dengan cara terkoordinasi, terpadu dan menampung dinamika, aspirasi dan peran serta masyarakat, serta menyelesaikan konflik.
B. Kebijakan
Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dilaksanakan dengan prioritas sbb :
1. Perlindungan flora dan fauna yang hampir punah
2. Pemanfaatan SDA yang dapat diperbarui dengan menjamin kelestariannya
3. Perlindungan atas plasmanutfah di hutan dan diluar kawasan konservasi
4. Pemnfaatan SDA yang tidak dapat diperbaharui harus dilaksanakan secara bijaksana tanpa pencemaran lingkungan.
5. Usaha agar kebijaksanaan yang diterapkan secara terpadu dan saling menunjang
Pemerintah memiliki peran agar kebijakan tersebut diterapkan sebagimana mestinya oleh masyarakat. Sesuai dengan undang-undang tahun32 tahun2004 tentang pemerintah daerah dan PP NO. 25 tahun 2000 tentang kewenangan daerah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengkuan politis melalui transfer otoritas dari pemerintah pusat dari pemerintah pusat kepada daerah :
1. Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup
2. Memerlukan peranan lokal dalam mendesain kebijakan
3. Membangun hubungan interpedensi antar daerah
4. Menetapkan pendekatan kewilayahan
C. Pengelolaan SDA
Pembangunan suatu daerah selalu didasarkan pada pemanfaatan sumber daya alam. Makin banyak suatu daerah yang memiliki SDA maka makin efisien pemanfaatan SDA nya, dan semakin baik keadaan kehidupan ekonomi dalam jangka panjang. Hubungan antara SDA, jumlah penduduk dan kualitas hidup dapat digambarkan sebagai berikut:
Rkh = jumlah SDA yang dapat dikelola / Jumlah penduduk x konsumsi per kapita
Semakin rendah nilai Rkh maka makin rendah pula kualitas hidup modern. Penggunaan nilai Rkh sebagai indikator kualitas hidup sebuah daerah perlu dilengkapi dengan angka-angka penyebaran pendapatan untuk mendapatkan gambaran yang nyata atau riil. Perbandingan antara nilai rkh potensial dan actual dapat membantu menunjukkan arah kemampuan pembangunan ekonomis suatu negara atau bangsa.
D. Karakteristik Ekologi SDA
Ekologi adalah suatu kajian studi terhadap hubungan timbal balik (interaksi) antar organism (antar makhluk hidup) dan antara organism (makhluk hidup) dengan lingkungannya.
Faktor-faktor pembatas ekologis ini perlu diperhitungkan agar pembangunan membawa hasil yang lestari.Hubungan antara pengawetan ekosistem dan perubahan demi pembangunan demi pembangunan ada tiga prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Kebutuhan untuk memperhatikan kemampuan untuk membuat pilihan penggunaan sumber alam di masa depan.
2. Kenyataan bahwa peningkatan pembangunan pada daerah-daerah pertanian tradisional yang telah terbukti berproduksi baik mempunyai kemungkinan besar untuk memperoleh pengembalian modal yang lebih besar dibanding daerah yang baru.
3. Kenyataan bahwa penyelamatan masyarakat biotis dan sumber alam yang khas merupakan langkah pertama yang logis dalam pembangunan daerah baru, dengan alasan bahwa sumber alam tersebut tak dapat digantikan dalam arti pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia, dan kontribusi jangka panjang terhadap pemantapan dan produktivitas daerah (Dasmann, 1973)
Seperti pernyataan diatas, Sumber daya alam ini adalah energi yang sifatnya tidak dapat digantikan. Proses penggantian ini membutuhkan waktu yang sangat lama. Hampir setiap waktu sumber daya alam ini tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Beberapa sampel yang bisa kita lihat bahwa sember daya alam ini tak bisa lepas dari kehidupan kita sehari-hari. Untuk menjamin keberlanjutan fungsi layanan sosial-ekologi alam dan keberlanjutan sumberdaya alam dalam cakupan wilayah yang lebih luas maka pendekatan perencanaan SDA dengan instrumen penataan ruang harus dilakukan dengan mempertimbangkan bentang alam dan kesatuan layanan ekosistem, endemisme dan keterancaman kepunahan flora-fauna, aliran-aliran energi sosial dan kultural, kesamaan sejarah dan konstelasi geo-politik wilayah. Dengan pertimbangan-pertimbangan ini maka pilihan-pilihan atas sistem budidaya, teknologi pemungutan/ekstraksi SDA dan pengolahan hasil harus benar-benar mempertimbangkan keberlanjutan ekologi dari mulai tingkat ekosistem lokal sampai ekosistem regional yang lebih luas. Dengan pendekatan ekosistem yang diperkaya dengan perspektif kultural seperti ini tidak ada lagi “keharusan” untuk menerapkan satu sistem PSDA untuk wilayah yang luas. Hampir bisa dipastikan bahwa setiap ekosistem bisa jadi akan membutuhkan sistem pengelolaan SDA yang berbeda dari ekosistem di wilayah lain.
E. Daya Dukung Lingkungan
Definisi Daya Dukung Lingkungan / Carrying Capacity :
1. Jumlah organisme atau spesies khusus secara maksimum dan seimbang yang dapat didukung oleh suatu lingkungan
2. Jumlah penduduk maksimum yang dapat didukung oleh suatu lingkungan tanpa merusak lingkungan tersebut
3. Jumlah makhluk hidup yang dapat bertahan pada suatu lingkungan dalam periode jangka panjang tampa membahayakan lingkungan tersebut
4. Jumlah populasi maksimum dari organisme khusus yang dapat didukung oleh suatu lingkungan tanpa merusak lingkungan tersebut
5. Rata-rata kepadatan suatu populasi atau ukuran populasi dari suatu kelompok manusia dibawah angka yang diperkirakan akan meningkat, dan diatas angka yang diperkirakan untuk menurun disebabkan oleh kekurangan sumber daya. Kapasitas pembawa akan berbeda untuk tiap kelompok manusia dalam sebuah lingkungan tempat tinggal, disebabkan oleh jenis makanan, tempat tinggal, dan kondisi sosial dari masing-masing lingkungan tempat tinggal tersebut
F. Keterbatasan Kemampuan Manusia
Penyebab lain kondisi lingkungan hidup sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan dengan kecenderungan yang terus menurun adalah, karena pada tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan. Hal ini terjadi mengingat kelemahan kekuatan politik dari pihak-pihak yang menyadari pentingnya pengelolaan lingkungan hidup.
Seperti diketahui, pada saat ini perjuangan untuk melestarikan lingkungan hanya didukung sekelompok kecil kelas menengah yang kurang mempunyai kekuatan politik dalam pengambilan keputusan. Seperti kelompok – kelompok peduli lingkungan, LSM, individu – individu yang aktif dalam pelestarian lingkungan dan kritis terhadap kebijakan- kebijakan yang merugikan lingkungan, serta kalangan akademisi.
Orientasi hidup manusia modern yang cenderung materialistik dan hedonistik juga sangat berpengaruh. Kesalahan cara pandang atau pemahaman manusia tentang sistem lingkungannya, mempunyai andil yang sangat besar terhadap terjadinya kerusakan lingkungan yang terjadi dunia saat ini. Cara pandang dikhotomis yang yang dipengaruhi oleh paham antroposentrisme yang memandang bahwa alam merupakan bagian terpisah dari manusia dan bahwa manusia adalah pusat dari sistem alam mempunyai peran besar terhadap terjadinya kerusakan lingkungan (White,,1967, Ravetz,1971, Sardar, 1984, Mansoor, 1993 dan Naess, 1993). Cara pandang demikian telah melahirkan perilaku yang eksploitatif dan tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian sumberdaya alam dan lingkungannya. Disamping itu paham materialisme, kapitalisme dan pragmatisme dengan kendaraan sain dan teknologi telah ikut pula mempercepat dan memperburuk kerusakan lingkungan baik dalam lingkup global maupun lokal,
G. Video Gambaran Mengenai Sumber Daya Alam (SDA)
Link Referensi :


0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda